Oleh : Rif’atul Fajriyati S.Pd.
Calon Guru Penggerak Angkatan 5
Kota Tanjungpinang
Dalam filosofi pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa
merdeka berarti tidak hanya bebas dari kontrol orang lain, tetapi seseorang
dikatakan merdeka juga jika ia mampu mengotrol dirinya sendiri untuk melakukan
suatu hal. Dalam teory kontrol yang disampaikan oleh Dr Willian Glasser, hal
yang dapat mengontrol seseorang adalah dirinya sendiri. Teori inilah yang
menjadi dasar dalam penerapan budaya positif dan nilai nilai kebajikan di
sekolah. Jika kita ingin merubah murid , yang memiliki kontrol untuk berubah
adalah diri murid sendiri. Untuk itulah dibutuhkan motivasi dari dalam diri
(motivasi instrinsik) pada murid. Motivasi ini adalah motivasi pada level
tertinggi karena murid tidak hanya melakukan sesuatu karena hukuman ataupun
penghargaan tetapi murid melakukan sesuatu karena menghargai dirinya sendiri
dan ingin menjadi seseorang yang ia inginkan. Dalam menerapkan budaya positif
di sekolah, sering kali kita memberikan hukuman ataupun penghargaan kepada
murid. Namun sesungguhnya, upaya ini masih dalam tahapan level yang terendah.
Hal ini karena hukuman dan penghargaan bersifat jangka pendek. Restitusi adalah
pilihan yang dapat digunakan dalam menumbuhkan motivasi dari dalam diri murid. Restitusi
adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang
lebih kuat (Gossen; 2004). Menurut Diane Gossen, posisi guru di sekolah dibagi menjadi 5 posisi
yaitu; 1. Posisi Penghukum, 2. Posisi Pembuat Merasa Bersalah 3. Posisi Teman
4. Posisi Pemantau, 5. Posisi Manajer. Dari ke 5 posisi diatas, posisi manajer
lah yang paling ideal karena posisi ini tidak memberikah hukuman maupun
konsekuensi , namun memberikan pilihan untuk dapat menyelesaikan masalahnya.
Dalam mnyelesaikan masalah, guru dapat menggunakan siatu tekhnik berdialog yang
dinamakan segitiga restitusi. Tahapan pertama dalam segitiga restitusi adalah
menstabilkan identitas. Pada tahapan ini, guru menstabilkan identitas murid
yang merasa gagal karena telah melakukan kesalahan. Poin dalam tahapan ini
adalah setia[ orang pernah mengalami kesalahan dan berhak memperbaikinya.
Tahapan kedua adalah memvalidasi kesalahan. Dalam tahan ini, guru menuntun
murid untuk dapat menyadari kesalahan yang diperbuatnya. Setelah itu, tahapan
ketiga adalah tahapan Menanyakan keyakinan. Disini guru menayakan kembali
keyakinan yang telah menjadi kesepakatan bersama dan menuntun murid untuk
menemukan gambaran diri yang ingin dicapainya. Setelah tiga tahapan telah
dilakukan, guru dapat membantu siswa menentukan upaya upaya apa saja dalam
rangka memperbaiki kesalahan, siapa saja yang bisa membantu dan mulai kapan
akan dilakukan upaya tersebut. Sehingga setelah melakukan segitiga restitusi,
murid kembali menjadi seorang yang percaya diri dan termotivasi.