Saturday, December 26, 2009

Gangguan Makan

PENDAHULUAN

Kebanyakan orang bersikap “take it for granted” terhadap tubuh kita. Kita bangun di pagi hari dan berasumsi bahwa tubuh kita akan cukup segar untuk menghadapi aktifitas kita sehari-hari. Kita makan dua kali atau tiga kali sehari, mungkin ditambah dengan kudapan-kudapan diantara waktu-waktu “makan besar”. Disamping itu juga, kita mungkin melakukan olahraga keras dan aktifitas seksual. Kita tidak cukup banyak menaruh perhatian pada fungsi tubuh kita kecuali ketika fungsi itu terganggu karena kita menderita sakit atau penyakit. Padahal factor-faktor psikologis dan sosial dapat menjadi sumber signifikan bagi berbagai kegiatan yang penting untuk “mempertahankan hidup”.
Di dalam satu pembahasan ini, kita dapat menelaah berbagai gangguan psikologis salahsatunya perilaku yang relatif otomatis yaitu makan, yang memiliki dampak substansial pada seluruh perilaku kita lainnya. Di dalam beberapa decade terakhir ini, banyak studi dilakukan di Negara-negara Barat yang pada akhirnya menunjukkan suatu hasil bahwa gangguan makan adalah merupakan suatu masalah serius yang semakin meluas. Namun banyak diantara kita tidak menyadari bahwa gangguan makan dapat berakibat buruk pada diri kita, yang ternyata data menimbulkan kematian.
Dalam makalh ini akan dipaparkan suatu pembahasan mengenai gangguan makan, yaitu tipe-tipe gangguan makan yang mencakup: bulimia nervosa, anorexia nervosa, dan gangguan makan berlebih. Selanjutnya akan dibahas pula mengenai penyebab gangguan makan, yang didalamnya tercakup dimensi sosial dimensi biologis, dan dimensi psikologis.







PEMBAHASAN

Gangguan makan meliputi bulimia nervosa, binge-eating disorder, dan anorexia nervosa. Pada bulimia nervosa, episode-episode makan tidak terkontrol (binge), diikuti dengan muntah yang disengaja. Berbeda lagi dengan binge eating disorder, penderita gangguan ini berulang kali melakukan binge (makan dalam jumlah yang melampaui batas dalam waktu yang singkat) dan merasakan perbuatannya itu menimbulkan stress, namun tidak berusaha untuk mengeluarkan makanan yang sudah ditelannya. Sedangkan anorexia nervosa, para penderitanya tidak mau makan apapun diluar makanan dalam jumlah yang minimal, sehingga berat badannya kadang-kadang merosot sampai ke tingkat yang membahayakan.
Di negara-negara maju gangguan-gangguan tersebut mulai tampak meningkat selama tahun 1950an dan 1960an dan menyebar dengan cukup cepat selama beberapa decade selanjutnya. Akan tetapi, gangguan makan tersebut tidak banyak dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang. Oleh karena, akses untuk mendapatkan makanan yang cukup pun masih dibutuhkan suatu perjuangan bagi sebagian besar penduduknya. Gangguan ini hanya marak di beberapa negara barat, dimana makanan pada umumnya melimpah ruah. Akan tetapi dewasa ini, situasi tampaknya telah berubah. Gangguan makan semakin mendunia. Dalam banyak sumber disebutkan bahwa lebih dari 90% kasus gangguan makan. Kebanyakan dari mereka merupakan kalangan menengah ke atas, yang hidup di lingkungan kompetitif secara sosial.

• Jenis-jenis gangguan makan
1. Bulimia Nervosa
Bulimia diambil dari bahasa yunani, bous adalah sapi dan limos yang berarti lapar. Jadi bulimia dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan makan yang terus-menerus seperti ketika sapi mkan. Gangguan ini mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori, seperti muntah, puasa, atau olahraga berlebihan, untuk mencegah bertambahnya berat badan. DSM mendefinisikan makan berlebihan sebagai proses mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang sangat banyak dalam waktu kurang dari dua jam.
Deskripsi klinis
Kriteria DSM-IV untuk bulimia nervosa:
o Makan berlebihan secar berulang-ulang
o Pengurasan berulang untuk mencegah bertambahnya berat badan
o Simptom-simptom terjadi sekurangnya 2 kali seminggu selama sekurang-kurangnya 3 bulan.
o Penilaian dari sangat bergantung pada bentuk tubuh dan berat badan
Tanda utama dari bulimia nervosa adalah makanan dalam jumlah yang cukup besar (biasanya lebih banyak junk food daripada buah-buahan dan sayur-sayuran) dibanding jumlah yang dimakan kebanyakan orang dalam kondisi yang sama. Pasien bulimia langsung mengidentifikasikan diri dengan deskripsi ini. Meskipun asupan kalori riil untuk binge-nya sangat bervariasi dari orang ke orang.
Penderita bulimia berusaha mengkompensasi tindakan makan berlebihnyaa dan kemungkinan terjadi penambahan berat badannya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan purging techniques, dalam gangguan bulimia nervosa, teknik ini dilakukan dengan sengaja untuk mengompensasi makanan yang sudah terlalu banyak dicerna. Sebagian besar penderita menggunakan kedua teknik tersebut sekaligus sebagian lagi melakukan olahraga secara eksesif, sedangkan lainnya berpuasa dalam waktu yang cukup lama diantara waktu binge. Bulimia nervosa memiliki 2 subtipe, yaitu purging type, dan juga non-purging type (dengan olahraga dan berpuasa). Sebenarnya purging bukanlah sebuah cara yang efisien untuk mengurangi asupan kalori. Muntah hanya mengurangi kira-kira 50% kalori yang baru saja dikunsomsi, dan jumlah kalori yang dibuang kan semakin sedikit lagi jika muntah itu semakin lama ditunda. Obat pencahar hanya memiliki sedikit efek, dan proses inipun membutuhkan waktu yang sangat lma setelah binge.
Konsekuensi medis
Purging memiliki sejumlah konsekuensi medis. Salah satunya adalah terjadinya pembesaran kelenjar ludah akibat sering muntha. Muntah berulang-ulang juga dapat mengikis email gigi di permukaan bagian dalam gigi-gigi depan. Hla yang terpenting adlah, jika muntah secara terus-menerus maka akan mengganggu keseimbangan cairan tubuh, sehingga dapat terjadi ketidak seimbangan elektrolit yang dapat mengakibatkan komplikasi medis termasuk cardilac arithmia seizure (detak jantung yang terganggu) yang dapat berakibat fatal. Penggunaan obat pencahar juga dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada usus besar.
Gangguan-gangguan psikologis yang terkait
Seperti halnya anorexia nervosa, gangguan psikologis pada penderita bulimia pada umumnya adalah gangguan kecemasan, gangguan suasana perasaan, khususnya depresi. Sebagian besar pasien bulimia memenuhi kriteria gangguan suasana perasaan selama ia menderita gangguan bulimia. Selama bertahun-tahun, ada teori yang menyatakan bahwa gangguan makan hanya sekadar cara untuk mengekspresikan depresi. Tetapi sebagian besar bukti menunjukkan bahwa depresi mengikuti bulimia dan mungkin adalah merupakan suatu reaksi terhadapnya. Pasien bulimia juga memenuhi kriteria penyalahgunaan substansi, baik alcohol maupun obat-obatan.
2. Anorexia Nervosa
Berasal dari kata atau istilah kata an bermakna tanpa, orexia artinya keinginan atau nafsu. Sehingga dapat dikatakan bahwa anorexia tidak memiliki nafsu makan, atau dengan kata lain, kehilangan nafsu makan. Namun hal itu merupakan definisi yang keliru oleh karena sering kali nafsu makannya tetap terkendali, atau tetap sehat.
Simptom yang tampak pada penderita anorexia ditandai dengan ketakutan yang tidak wajar terhadap kemungkinan mengalami kenaikan berat badan dan kehilangan kemampuan mengontrol mkan. Para penderita anorexia bangga akan diet dan kontrol ekstra keras yang dilakukan.
Deskripsi klinis
Penderita anorexia memiliki ketakutan yang intens terhadap obesitas dan berusaha keras untuk menjadi kurus. Berkurangnya berat badan secara drasrtis diperoleh dengan membatasi asupan kalori atau kombinasi antara membatasi asupan kalori dan purging.
Kriteria DSM-IV-TSR untuk Anorexia Nervosa
o Orang yang bersangkutan menolak utnuk mempertahankan berat badan normal. Hal ini biasanya berarti bahwa berat badan orang itu kurang dari 85% dari berat badan yang dianggap normal dari tinggi badan dan usianya. Penurunan berat badan biasanya dicapai melalui diet, meskipun pengurasan (muntah dengan cara disengaja, penggunaan obat pencahar secara berlebihan) dan olahraga yang berlebihan dapat merupakan bagian dari gambaran tersebut.
o Meskipun berat badannya sangat kurang, namun sangat takut untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang menderita anorexia sangat takut bila berat badannya bertambah. Dan rasa takut tersebut tidak berkurang dengan turunnya berat badan. Mereka tidak pernah merasa sudah cukup kurus.
o Gangguan citra tubuh. Para pasien yang menderita anorexia nervosa, memiliki pandangan yang menyimpang tentang bentuk tubu mereka. Bahkan dalam kondisi tubuh yang kurus Bering, mereka tetap merasa bahwa mereka kelebihan berat badan. Atau pada beberapa bagian tubuh tertentu, khususnya bagin perut, pantat, dan paha dianggap terlalu gemuk. Untuk mengechek berat badan, mereka biasanya serig menimbang berat badan, mengukur bagian tubuh, dan mengamati secara iritis tubuh mereka di cermin. Harga diri mereka ini sangat terkait dengan menjaga tubuh mereka tetap kurus.
o Pada perempuan yang telah mengalami menstruasi, terjadi suatu periode yang bernama amenorrhea, yaitu berhentinya periode mesntruasi. Dari empat kriteria ini, amenorrhea tidak terlalu penting.
DSM-IV juga menyebutkan dua sub tipe anorexia nervosa, yaitu: restricting type (penderita sebatas membatasi asupan kalori dan binge-eating-purging type. Penderita anorexia sub tipe binging-eating-purging type melakukan binging dengan jumlah makanan yang sedikit dan purging secara konsisten. Setiap penderita anorexia tidak pernah puas dengan penurunan berat badannya. Apalagi jika sampai berat badannya bertambah (meskipun hanya sedikit saja), dapat mengakibatkan kepanikan, kecemasan, dan depresi intens. Kriteria lain untuk anorexia adalah selalu menganggap dirinya perlu untuk mengurangi bagian tertentu pada tubuhnya (paling tidak beberapa pon), sedangkan orang lain melihatnya sebagai orang yang kurus kering dan lemah seperti orang yang kelaparan.
Konsekuenasi medis
Bagi kaum perempuan, salah satu konsekuensi medis yang terjadi pada penderita anoxeria nervosa adalah terhentinya menstruasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala medis lain pada anorexia yaitu kulit kering, rambut dan kuku yang rapuh, sensitif terhadap dingin, masalah-masalah kardiovaskuler seperti tekanan darah rendah dan jantung.
Gangguan psikologis terkait
Gangguan kecemasan dan gangguan suasana perasaan sering muncul pada penderita anorexia. Salah satu gangguan kecemasan sering muncul bersama anorexia hádala gangguan obsesif-komplusif (OCP). Pada anorexia, pikiran-pikiran tidak menyenangkan itu difokuskan pada penambahan berat badan dan orang yang bersangkutan terlibat berbagai macam perilaku, yang sebagian bersifat ritualistik, untuk membuat dirinya terlepas dari pikiran-pikiran itu. Penyalahgunaan substansi juga biasa dijumpai pad anorexia nervosa dan merupakan penyebab kuat untuk mortalitas, terutama bunuh diri.
3. Gangguan makanberlebih (Binge Eating Disorder)
Binge Eating Disorder adalah pola makan yang melibatkan distress yang menginduksi bingeing yang tidak diikuti dengan perilaku purging. Gangguan ini dianggap sebagai kategori diagnostik baru. Saat ini binge eating disorder terdapat di dalam appendix DSM-IV-TR sebagai gangguan potensial baru yang membutuhkan studi lebih lanjut.
Castonguay dan kawan-kawan (Durand & Barlow, 2007) menyatakan bahwa bulimia dan binge eating disorder mestinya dapat digabungkan karena bingeing (konsumsi-biasanya makanan-berlebih) adalah merupakan fitur yang paling menonjol pada keduanya. Konsensus umumnya adalah sekitar 20% orang gemuk yang mengikuti program penurunan berat badan terlibat bingeing. Jumlahnya meningkat hingga hampir 50% di kalangan mereka yang akan mengalami batriatic surgery (operasi untuk mengoreksi obesitas berat atau obesitas yang tidak wajar).
Para pnderita bingeing eating disorder biasanya memiliki kerisauan tertentu mengenai bentuk dan berat badannya seperti halnya penderita bulimia dan anorexia. Selain itu juga, tampaknya sekitar 33% makan berlebihan cenderung meningkatkan ”bad mood” atau efek negatif. Orang-orang ini secara psikologis lebih terganggu dibandingkan dengan 67% yang mempresentasikan sub-tipe berdiet murni atau tidak menggunakan bingeing untuk mengatur suasana perasaannya.
4. Obesitas
Obesitas secara formal sebenarnya tidka dianggap sebagai sebuah gangguan makan di dalam DSM. Sebagai contoh, kurang dari 10% orang gemuk memenuhi kriteria gangguan psikologis seperti gangguan depresif berat, meskipun jumlah yang lebih besar mungkin memenuhi kriteria untuk gangguan distimia.
Sabagai contoh pula makan yang maladapive di kalangan orang-orang yang menampilkan gejala obesitas. Yang pertama adlah binge eating (makan berlebih) dan yang kedua adalah night eating syndrome (mengkonsumsi asupan harian yang ketiga atau lebih setelah makan malam dan bangun di tengah mlam paling tidak satu kali untuk mengkonsumsi kudapan berkalori tinggi. Individu-individu yang memiliki masalah ini tidak merasa lapar di pagi hari dan biasanya tidak pernah sarapan). Perlu dicatat pula, bahwa hanya sebagian kecil pasien obesitas yaitu 7-9% yang menunjukkan pola makan berlebih. Bla mereka menunjukkan gejla ini, penanganan untuk perilaku makan berlebihnya harus diintegrasikan dengan program penurunan berat badan.
Tidak semua orang yang terpaar lingkungan ini menjadi gemuk. Ada faktor genetis, fisiologis dan kepribadian yang ikut di dalamnya. Secara rata-rata kontribusi genetik mungkin hanya memiliki porsi yang lebih kecil dari penyebab obesitas dibanding faktor-faktor kultural, tetapi faktor genetis itu membantu menjelaskan mengapa sebagian menjadi gemuk dan sebagian lainnya tidak ketika terpapar lingkungan yang sama.
Penanganan terhadap obesitas di tingkat individual hanya dapat dibilang ”lumayan” sukses, dengan bukti efektifitas jangka pnjang yang sedikit lebih tinggi pada anak-anak dan remaja dibanding orang dewasa. Penanganan biasanya diorganisasikan dalam bentuk serangkaian langkah yang dimulai dari langkah yang paling tidak intrusif, tergantung sejauh mana obesitasnya. Langkah pertama biasanya berupa program penurunan berat badan yang diarahkan pada diri sendiri utnuk individu yang emiliki buku diet. Biasanya, popularitas diet-diet macam ini menglami pasang surut. Hasil yang umumnya terjadi adalah sebagian individu mungkin mampu menurunkan berat badannya dalam jangka pendek, tetapi seperti yang hampir sellau terjadi berat badannya kemudian akan naik lagi. Langkah selanjutnya adalah program self-help komersial, seperti Weight Watchers, Jenny Craigh dan program-program yang lainnya. Rogram-program ini memiliki suatu peluang yang lebih baik utnuk meraih kesuksesan, paling tidak jika dibandingkan dengan program-program self directed (mengatur diri sendiri). Yang paling sukses adlah program-program modifikasi perilaku diatur secara profesional terutama bila pasien mengikuti sesi-sesi maintenance secara priodic setahun setelah terjadinya penurunan berat badan pada wal penanganan (Perri dan kawan-kawan, 2001).
Terakhir, pendekatan melalui cara operasi untuk obesitas ekstrem yang disebut batriatic surgery (operasi batriatik) yaitu operasi yang dimaksudkan untuk membatasi asupan makan dan penyerapan kalori sebagai alternatif penanganan terakhir bagi orang-orang yang menglami obesitas ekstrem. Dan operasi ini hanya disarankan bagi individu yang obesitasnya sangat berat karena operasi ini bersifat permanen. Biasanya pasien harus memiliki satu atau lebih dari satu kondisi yang terkait dengan obesitas seperti penyakit jantung atau diabetes. Dikabanyakan operasi seperti ini, perut di stapler agar terbentuk kantung perut yang sangat kecil di dasar esophagus sehingga asupan makanan sangat terbatasi.
Penyebab gangguan makan
o Dimensi lingkungan sosial
Bagi para penderita gangguan makan, penekanan kultural dan sosial pada kerampingan menimbulkan ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri dan pre-okupasi pada makanan.
Beberapa faktor penyebab gangguan makan yang paling dramatis karena faktor sosial dan kultural yaitu:
 Budaya purging
Bagi sebagian besar pemuda barat, aktifitas purging seolah merupakan suatu trend yang harus diikuti oleh banyak pemuda sehingga kemudian menjadi suatu budaya.
 Anggapan bahwa ukurna tubuh sebagai penentu harga diri, kebahagiaan dan kesuksesan.
Bagi hamper semua kaum perempuan (di barat) yang hidup dalam status sosial kelas menengah ke atas, ukuran tubuh dan prosentasse lemak tubuh dianggap sebagai penentu harga diri, kebahagiaan, dn kesuksesan. Imperatif cultural bagi pencapaian kelangsingan tubuh secara langsung telah menghasilkan diet (langkah pertama yng sangat ebrbahaya) karena sering kali mengakibatkan seseorang dapat menderit bulimia dan anorexia.
 Acara-acara fashion show
Beberapa factor sosiokultural lain yang berpengaruh hebat untuk mendorong kaum perempuan menderita anorexia dan bulimia adalah antara lain disebabkan oleh melihat acara-acara fashion show atau kontes-kontes kecantikan sejenis Miss universe yang sangat identik dengan penampilan bentuk tubuh ang langisng.
 Peranan media komunikasi (cetak amupun elektronik)
Saat ini, pesan yang tersiar di media baik cetak maupun elektronik menyiratkan suatu dorongan bagi kaum perempuan untuk memiliki tubuh langsing. Livine & Smolak (Durand & Barlow, 2007) menyebutkan tentnag adanya fenomena “glorification of slender” (pengagung-agungan tubuh kerempeng) di majalah dan televisi, dimana sebagian besar perempuan yang ditampilkan lebih kurus dibandingkan rata-rata perempuan di Amerika. Sedangkan dewas ini, Brownel & Rodin mengatakan bahwa terjadi pusaran diet “the dieting maelstrom” dimana para professional kesehatan, media maupun industri diet dan mkanan memberikan andil di dalamnya.
 Pengaruh keluarga
Sejumlah peneliti mengemukakan bahwa keluarga “tipikal” seornag penderita anorexia adalah keluarga yang sukses, berkemauan keras, peduli pada penampilan luar dan sangat ingin untuk menjaga keharmonisan keluarganya serta sangat perfeksionis. Untuk pencapaian tersebut, dalam pola interaksi keluarga, terutama para ibu yang anak-anaknya mengalami gangguan makan biasanya bertindak pembawa pesan masyarakat yang menginginkan anak-anak perempuan mereka kurus dengan menerapkan program pembatasan makan secara berlebihan.
o Dimensi-dimensi Biologis
 Genetis.
Yang dimaksud kecenderungan genetic pada penderita gangguan makan yaitu kecenderungan utnuk meiliki control impuls yang buruk, ketidakstabilan emosi dan cirri-ciri perfeksionis. Sebagaimana kebanyakan gangguan psikologis lainnya, gangguan makan menjadi suatu hal yang seolah turun-temurun dalam sebuah keluarga dan diasumsikan memiliki komponen genetic. Perlu diketahui juga bahwa beberapa hasil studi-studi yang masih bersifat pendahuluan menunjukkan kemungkinan seseorang dari anggota keluarga perempuan pasien anorexia berisiko mengalami gangguan makan dengan jumlah empat sampai lima kali lebih tinggi disbanding populasi umum.
Konsensus yang muncul menyebutkan bahwa sumbangan genetik pada persamaan penyebab anorexia dan bulimia kira-kira adalah separuh (Klump, Kaye & Strober, 2001; Wade, Bulik, Neale & Kedler, 2000; dalam Durand & Barlow, 2007). Hsu (1990) juga berspekulasi bahwa ciri kepribadian non spsifik seperti ketidakstabilan emosi dan semisal pengendalian-pengendalian impuls yang buruk, kemungkinan bias diwariskan.
o Dimensi Psiologis
 Sikap Perfeksionisme
Sikap perfeksionisme yang diarahkan ke persepsi yang terdistorsi mengenai citra tubuh akan sangat efektif untuk menjadi stimulus yang mendorong seseorang mengalami gangguan makan.
 Kontrol diri
Kehilangan perasaan mampu mengontrol diri dan rasa percaya diri membuat self-esteem menjadi rendah.
• Penanganan gangguan makan
Penanganan untuk bulimia baru ada sejak tahun 1980an. Penanganan untuk anorexia telah ada sejak lama namun perkembangannnya sangatlah kurang. Bukti semakin banyak yang menunjukkan bahwa paling tidak satu atau mungkin dua penanganan psikologis dapat efektif, terutama untuk bulimia nervosa. Obat-obatan tertentu mungkin juga dapat membantu, meskipun bukti-buktinya tidak terlalu kuat.
1. Penangan melalui obat
Saai ini penanganan dengan obat masih belum terbukti efektif untuk anorexia nervosa meskipun sebuah studi kecil menunjukkan bahwa Prozac mungkin efektif untuk mencegah kekambuhan setelah berat badan normal kembali. Ada beberapa bukti bahwa obat mungkin efektif di sebagian kasus bulimia. Obat yang ada pada umumnya dianggap paling efektif untuk bulimia sama dengan obat anti depresan yang tebukti efektif untuk gangguan suasana perasaan dan gangguan kecemasan.
Food and Drug Administration pada tahun 1996 menyetujui Prozac sebagai obat efektif untuk gangguan makan. Efektivitasnya biasanya diukur berdasarkan berkurangnya frekuensi makan berlebih dan berdasarkan presentase pasien yang berhenti makan berlebih dan purging, paling tidak utnuk jangka waktu tertentu.
2. Penanganan psikologis
Penanganan psikologis diarahkan pada self-esteem pasien yang rendah dan kesulitan dalam mengembangkan identitas individual. Pola-pola interaksi dan komunikasi keluarga yang terganggu juga ditargetkan untuk penanganan. Tetapi, penanganan-penanganan itu sendiri tidak memiliki efektivitas seperti yang diharapkan oleh para klinis. Penanganan kognitif-behavioral jangka panjang menargetkan pada perilaku makan yag bermasalah dan sikap-sikap tentang arti penting dan signifikansi dari berat dan bentuk badan yang terkait dengan perilaku tersebut. Strategi-strategi ini sekarang menjadi penanganan pilihan untuk bulimia nervosa.
3. Bulimia Nervosa
Dalam pendekatan penanganan kognitif-behavioral yang dipelopori oleh Christopher Fairbun (1985) tahap pertamanya adalah mengajarkan kepada pasien tentang konsekuensi fisik dari makan berlebih dan purging, maupun ketidakefektifan memuntahkan makanan dan penyalahgunaan obat pencahar untuk mengontrol berat badan, dan efek-efke negatif dari diet itu juga dideskripsikan. Pada tahap selanjutnya terapi kognitif difokuskan pada mengubah pikiran dan sikap disfungsional tentang bentuk dan berat badan sera makan. Strategi coping untuk menolak impuls-impuls untuk makan berlebih dan purging juga dikembangkan, termasuk menatalaksanakan kegiatan-kegiatan yang membuat individu tidak menghabiskan waktunya sendirian setelah makan selama tahap-tahap awal penanganan (Fairburn, Marcus, Wilson, 1993; Wilson dan Pike, 2001)
Dalam sebuah studi yang cermat, Fairburn, Jones, Peveler, Hope dan O’Connor (1993) mengevaluasi tiga macam penanganan yang berbeda: yang pertama adalah Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) yang difokuskan pada pengubahan sikpa tentang berat badan dan bentuk badan. Yang kedua adalah Behavior Therapy (BT) yang difokuskan hanya pada pengubahan pada kebiasaan makan. Dan yang ketiga yaitu Interpersonal Psychoteraphy (IPT) yang difokuskan pada perbaikan fungsi interpersonal.
4. Anorexia Nervosa
Pada anorexia, tujuan pertama yang terpenting tentu saja adalah merestorasi berat badan pasien samapi ke titik yang setidaknya masih berada di dalam kisaran normal rendah (American Psychiatric Association, 1993). Restorasi berat badan mungkin adalah merupakan bagian yang termudah dari penanganan. Penanganan yang efektif untuk membatasi penderita anorexia serupa dengan yang digunakan untuk pasien bulimia nervosa.
Disamping itu juga, segala upaya telah dikerahkan untuk melibatkan pasien dalam menyelesaikan dua macam tujuan. Pertama, komunikasi negatif dan disfungsional dalam hal makanan dan makan harus dieliminasi dan makanan harus dibuat lebih terstruktur dan bersifat menguatkan usaha mengatasi masalah. Kedua, sikap terhadap bentuk tubuh dan distorsi citra tubuh didiskusikan dengan cukup panjang lebar di dalam sesi-sesi keluarga. Bila terapis tidak memberikan perhatian dan sikap-sikap ini, maka penderita anorexia mungkin seumur hidup akan menghadapi preokupasi yang terkait dengan berat dan bentuk badan dan penyesuaian sosial yang marjinal, dan harus sering dirawat di rumah sakit. Terapi keluarga terbukti lebih unggul dibandingkan dengan terapi individual.

Bagi yang ingin mencoba Bisnis baru dengan cara mudah dan menghasilkan banyak keuntungan, klik link dibawah ini.
http://abe-rabbit.blogspot.com/2010/12/cara-cepat-mencari-uang-dengan-program.html

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkanlah komentar (dengan sopan) setelah membaca artikel berikut demi perbaikan dan kesempurnaan artikel berikutnya. Mohon maaf, apabila komentar mengandung spam, dengan sangat terpaksa akan saya hapus. Makasih telah berkunjung disini.